YAICI: Literasi Gizi Remaja Perlu Ditingkat

    YAICI: Literasi Gizi Remaja Perlu Ditingkat

    TANGERANG SELATAN. - Masih rendahnya literasi  gizi di kalangan remaja khususnya pada siswa tingkat SMP dan SMA menggerakan Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia (YAICI) melakukan sosialisasi di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Maleo Serpong Tangsel Banten, Selasa 24 Januari 2023.

    Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat menyampaikan bahwa literasi gizi yang masih rendah menyebabkan banyak remaja tidak bisa memilah dan memilih makanan dan minuman yang bergizi untuk kebutuhan sehari-harinya.

    "Literasi Gizi perlu ditingkatkan, karena masih banyak remaja yang belum bisa memilah dan memilih makanan bergizi, " jelas Arif.

    Dalam acara bertemakan “Tak Kenal, Tak Sehat, Kenali Makanan Sehat Bergizi di Sekitar Kita, ” Arif menjelaskan  peningkatan kesejahteraan masyarakat harus diimbangi dengan peningkatan konsumsi pangan bergizi keluarga. Dia mengatakan, apabila ekonomi keluarga mulai membaik namun kesadaran keluarga akan makanan bergizi rendah, maka kesehatan anggota keluarga rentan dan menjadi tidak produktif.

    “Karena itu perbaikan ekonomi harus diiringi perbaikan gizi, ini sekaligus untuk memutus mata rantai gizi buruk di Indonesia, ” katanya.

    Lebih lanjut, Arif memaparkan kebiasaan masyarakat terutama keluarga miskin dalam hal mengatur keuangan keluarga. Harga masih menjadi penentu pilihan bahan pangan bagi masyarakat dan cenderung memilih bahan pangan yang harganya lebih murah. 

    “Strategi ini harus hati-hati, tetap harus dilihat komposisi dan zat gizinya. Contoh yang sering terjadi adalah saat memilih susu anak, banyak orang tua memberikan kental manis untuk anak dengan pertimbangan harga lebih ekonomis. Tapi pilihan ini justru akan berdampak buruk bagi kesehatan sang anak kelak, ” jelas Arif. 

    Pegiat literasi dari komunitas Generasi Literate, Nuke Patrianegara menyayangkan pengetahuan masyarakat Tangerang Selatan (Tangsel) mengenai gizi masih rendah dan tidak merata. 

    Menurutnya, masyarakat masih belum terbiasa memperhatikan kandungan gizi suatu produk sebelum mengkonsumsinya. 

    “Masyarakat masih lebih mudah termakan pesan-pesan yang beredar melalui sosial media ataupun iklan, ” kata Nuke Patrianegara yang menjadi narasumber dalam kegiatan ini.

    Nuke menilai, tidak heran apabila hingga saat ini masih banyak balita mengonsumsi kental manis sebagai minuman susu. Hal ini dikarenakan pengaruh diiklankan sebagai minuman susu selama puluhan tahun telah mempengaruhi persepsi orang tuanya. 

    “Karena itu edukasi dan literasi gizi harus terus digencarkan, dengan meyasar seluruh lapisan masyarakat, ” katanya.

    Ketua Persagi Tangerang Selatan Ari Retno mengatakan perlunya kerja extra dari banyak pihak untuk mencegah kebiasaan konsumsi kental manis sebagai minuman susu untuk anak. Apalagi di Tangerang Selatan yang merupakan wilayah urban.

    “Jadi perlu perhatian bersama untuk memperbaiki kebiasaan konsumsi kental manis oleh anak. Kita perlu sampaikan bahwa SKM itu kandungan gulanya hingga 50 persen, ” jelas Ari. 

    Kepala sekolah PKBM Maleo, Astrid mengatakan, PKBM Maleo saat ini menampung 126 siswa jenjang SMP dan SMA dari keluarga pra sejahtera di wilayah sekitar. 

    Dia menjelaskan, PKBM Maleo menyediakan makan siang bagi seluruh siswa secara cuma-cuma alias gratis. Dia melanjutkan, hal itu dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebuuhan gizi siswa. 

    “Dengan adanya edukasi gizi, pelan-pelan kita bangun kesadaran gizinya, dan semoga mereka dapat menerapkan di lingkungan keluarganya, ” katanya.

    Perlu diketahui, upaya pemulihan ekonomi mulai berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Di lansir dari situs resmi Kementerian Keuangan RI penurunan angka kemiskinan di perdesaan dan kota mulai rata. Pada Maret 2022, secara spasial, tingkat kemiskinan di perkotaan menurun menjadi 7, 50% (September 2021: 7, 60%; Maret 2021: 7, 89%). Sementara itu, angka penduduk miskin di perdesaan mengalami penurunan menjadi 12, 29% (September 2021: 12, 53%; Maret 2021: 13, 10%). 

    Meski demikian, daya beli masyarakat khususnya untuk pemenuhan gizi keluarga masih rendah. Mayoritas warga Indonesia ternyata tidak mampu membeli makanan bergizi seimbang untuk dikonsumsi sehari-hari. Penyebabnya tak selalu karena kemiskinan atau harga pangan tinggi. Namun faktor minimnya kesadaran masyarakat akan pangan bergizi untuk keluarga turut mempengaruhi. Hal inilah yang menjadi tantangan terbesar dari pengentasan stunting di Indonesia. (**)

    tangerang selatan
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    162 Anggota PPS di 54 Kelurahan Dilantik...

    Artikel Berikutnya

    Wamentan RI dan Wakil Walikota Tangsel Hadiri...

    Berita terkait